Suarabijak.com – Gereja Katolik kembali memasuki fase krusial setelah Paus Fransiskus meninggal dunia pada usia 88 tahun.
Kepergian Paus asal Argentina ini meninggalkan duka mendalam bagi umat Katolik di seluruh dunia sekaligus membuka babak baru dalam sejarah Takhta Suci.
Konklaf Paus segera digelar di Kapel Sistina Vatikan untuk memilih pemimpin baru yang akan menggantikan Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus, yang dikenal sebagai paus pertama dari Amerika Latin, menghembuskan napas terakhirnya setelah sakit berkepanjangan.
Sosok yang kerap disapa “Bapa Suci” ini memimpin Gereja Katolik selama lebih dari satu dekade, menorehkan berbagai perubahan besar seperti reformasi internal dan keterbukaan terhadap isu-isu sosial kontemporer.
Proses pemilihan Paus atau konklaf akan melibatkan para kardinal yang berusia di bawah 80 tahun. Total 138 kardinal dari berbagai negara memiliki hak suara dalam proses ini.
Para peserta konklaf akan berunding secara tertutup dan melakukan beberapa putaran pemungutan suara hingga seorang calon Paus mendapatkan mayoritas dua-per-tiga suara.
Kandidat Pengganti Paus Fransiskus
Perhatian dunia kali ini tertuju pada calon Paus dari negara-negara Selatan, khususnya dari Asia dan Afrika. Kedua kawasan ini jarang diwakili dalam sejarah kepausan, meskipun jumlah umat Katolik di sana terus bertumbuh.
Salah satu kandidat kuat dari Afrika adalah Kardinal Peter Turkson asal Ghana. Turkson, yang pernah menjabat sebagai kepala Dewan Pontifikal untuk Keadilan dan Perdamaian, dikenal karena advokasinya terhadap isu perubahan iklim, kemiskinan, dan keadilan sosial. Jika terpilih, Turkson akan menjadi Paus pertama berkulit hitam dalam sejarah Gereja Katolik.
Dari Asia, Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina menjadi salah satu nama yang paling diperbincangkan. Dijuluki “Fransiskus dari Asia”, Tagle dikenal dengan pendekatan inklusif dan pembelaannya terhadap kaum marginal. Apabila terpilih, ia akan menjadi Paus Asia pertama, sebuah pencapaian penting dalam sejarah Gereja.
Meskipun ada harapan besar dari negara-negara Selatan, nama-nama dari Eropa masih mendominasi bursa calon Paus.
Kardinal Pietro Parolin dari Italia, yang saat ini menjabat sebagai Kardinal Sekretaris Negara, menjadi salah satu favorit. Parolin memiliki pengalaman luas dalam diplomasi Vatikan, termasuk hubungan dengan negara-negara besar seperti China.
Nama lain yang masuk dalam radar adalah Kardinal Peter Erdo dari Hongaria. Erdo dikenal sebagai tokoh konservatif yang pernah menjadi Uskup Agung Esztergom-Budapest.
Jika terpilih, ia akan menjadi paus kedua yang berasal dari negara bekas komunis setelah Paus Yohanes Paulus II.
Menanti Asap Putih
Seluruh mata dunia kini tertuju ke Kapel Sistina, menanti momen bersejarah ketika asap putih mengepul sebagai tanda terpilihnya Paus baru. Konklaf Paus kali ini bukan sekadar proses spiritual, tetapi juga simbol perubahan dalam Gereja Katolik yang mencerminkan dinamika global.
Wafatnya Paus Fransiskus memberikan momentum untuk memilih pemimpin yang mampu membawa Gereja menghadapi tantangan zaman, baik dalam aspek teologis maupun sosial. Siapapun yang terpilih, ia akan membawa warisan besar Paus Fransiskus dan membuka lembaran baru dalam sejarah kepausan.