Suarabijak.com – Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat.
Keputusan ini diambil setelah berbagai pertimbangan dan diskusi yang matang, sesuai dengan pernyataan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi.
“Kemarin bapak Presiden memimpin rapat terbatas membahas IUP di Raja Ampat, dan atas persetujuan beliau, pemerintah memutuskan untuk mencabut IUP empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” ujar Prasetyo dalam konferensi pers pada Selasa (10/6).
Kawasan Raja Ampat selama ini dikenal sebagai salah satu wilayah konservasi terbesar di dunia, dengan 97 persen areanya dilindungi untuk menjaga keanekaragaman hayati laut. Namun, kehadiran tambang nikel di daerah ini telah memicu polemik karena aktivitas pertambangan dinilai merusak lingkungan. Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, menyampaikan kekhawatirannya atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Sebagian besar Raja Ampat adalah daerah konservasi. Ketika terjadi pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang, kami tidak dapat berbuat banyak karena kewenangan penerbitan dan pencabutan izin berada di tangan pemerintah pusat,” ujar Orideko di Sorong pada Sabtu (31/5).
Sejumlah perusahaan tambang nikel yang izinnya dicabut meliputi PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM). Langkah pencabutan ini juga merupakan tindak lanjut atas temuan pelanggaran serius yang diungkap oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama inspeksi di akhir Mei 2025.
Keputusan ini didahului oleh gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis Greenpeace Indonesia dan pemuda Papua. Dalam konferensi Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining” sebagai bentuk penolakan terhadap eksploitasi tambang nikel di Papua.
Protes ini mencerminkan kekhawatiran mendalam mengenai dampak lingkungan dari pertambangan nikel yang berpotensi merusak salah satu ekosistem laut terkaya di dunia. Salah satu pesan yang menonjol dalam aksi ini adalah, “What’s the True Cost of Your Nickel?”
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengklaim tidak menemukan masalah besar terkait tambang nikel di Raja Ampat. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarnousai, menyebutkan bahwa sedimentasi di area pesisir tidak signifikan, berdasarkan pantauan lapangan bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
“Dari pengamatan di lapangan, tambang ini sebetulnya tidak bermasalah secara keseluruhan,” ujar Tri dalam pernyataan resmi pada Sabtu (7/6).
Keputusan Presiden Prabowo mencabut izin tambang nikel di Raja Ampat menggarisbawahi komitmennya terhadap perlindungan lingkungan dan konservasi. Dengan langkah ini, diharapkan ekosistem laut Raja Ampat dapat terlindungi dari ancaman kerusakan lebih lanjut.
Kawasan ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pusat ekowisata berkelanjutan, yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga memastikan kelestarian alamnya untuk generasi mendatang. Langkah tegas seperti ini menjadi pesan penting bahwa pembangunan ekonomi harus selalu sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan.