27.5 C
Jakarta
Sunday, Jul 13, 2025
Image default
Berita Terkini

Berlaku Mulai Juli, Berapa Besaran Pajak untuk E-Commerce ?

Suarabijak.com – Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, berencana memperkenalkan kebijakan pajak baru yang menyasar pelapak atau penjual di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan lainnya.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperluas basis pajak dan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha online dan offline.

Kebijakan ini akan memengaruhi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang beroperasi secara daring.

Berdasarkan rencana, tarif pajak yang akan diterapkan adalah sebesar 0,5% dari pendapatan penjualan untuk penjual dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

Sri Mulyani menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan untuk menyesuaikan sistem fiskal dengan perkembangan era digital.

Dalam skema baru yang direncanakan mulai berlaku pada Juli 2025, platform e-commerce akan bertindak sebagai pemotong dan penyetor pajak langsung ke kas negara. Dengan cara ini, proses pemungutan pajak diharapkan menjadi lebih efisien dan transparan.

Kementerian Keuangan mengemukakan beberapa alasan utama di balik kebijakan ini:

  1. Meningkatkan Kepatuhan Pajak di Sektor Digital: Selama ini, sektor ekonomi digital dinilai sulit diawasi, sehingga kepatuhan pajaknya masih rendah.
  2. Menciptakan Keadilan bagi Pelaku Usaha Offline: Penjual offline selama ini telah membayar pajak secara rutin, sedangkan banyak penjual online yang belum dikenai kewajiban serupa.
  3. Menambah Penerimaan Negara: Kebijakan ini diharapkan membantu meningkatkan penerimaan negara, terutama di tengah tren menurunnya pendapatan dari sektor pajak pada kuartal pertama 2025.

Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa penerimaan negara selama Januari hingga Mei 2025 turun 11,4% secara tahunan menjadi Rp995,3 triliun. Penurunan ini dipengaruhi oleh pelemahan harga komoditas, perlambatan pertumbuhan ekonomi, serta gangguan teknis setelah pembaruan sistem perpajakan.

Walaupun bertujuan baik, kebijakan ini mendapatkan beragam tanggapan dari pelaku industri. Beberapa sumber anonim dari sektor e-commerce menyatakan kekhawatiran terhadap meningkatnya beban administrasi dan potensi peralihan pedagang ke saluran distribusi non-digital. Mereka juga mempertanyakan kesiapan Direktorat Jenderal Pajak dalam mengelola volume data yang besar secara tepat waktu.

Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) enggan memberikan komentar rinci mengenai kebijakan ini. Namun, organisasi tersebut mengingatkan bahwa jutaan penjual berpotensi terdampak jika aturan diterapkan secara menyeluruh. Selain itu, regulasi ini mencakup sanksi administratif bagi platform yang terlambat menyerahkan laporan kepada otoritas pajak, menambah tekanan bagi pelaku industri.

Jika kebijakan ini berhasil diterapkan, maka pemerintah akan mengulangi langkah serupa yang pernah dicoba pada 2018. Namun, saat itu, kebijakan pemungutan pajak digital hanya bertahan selama tiga bulan sebelum akhirnya dibatalkan akibat penolakan dari pelaku industri.

Sri Mulyani terus mendorong reformasi pajak di sektor digital untuk menciptakan keadilan dan meningkatkan penerimaan negara. Meskipun menuai kritik dari beberapa pihak, kebijakan ini diharapkan dapat membantu pemerintah mengelola anggaran negara secara lebih efektif. Namun, keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada kesiapan sistem dan dukungan dari para pelaku industr

Related posts

Ada Demo Ojol Hari Ini, Apa Saja Tuntutannya?

Geralda Talitha

Antisipasi Kemacetan, Pj Gubernur Jakarta Imbau WFH Selama Kunjungan Paus Fransiskus

Geralda Talitha

Kumpulan Ucapan Idul Fitri 1445 H: Menyampaikan Kedamaian di Hari Kemenangan

Geralda Talitha

Leave a Comment