30.9 C
Jakarta
Tuesday, Jul 15, 2025
Image default
Berita Terkini

Pajak Penjualan Online Resmi Berlaku, E-Commerce Kini Wajib Potong PPh Pedagang

Suarabijak.com – Pemerintah Indonesia resmi menetapkan kebijakan baru mengenai pajak penjualan online, dengan mewajibkan platform e-commerce untuk menjadi pemungut, penyetor, dan pelapor Pajak Penghasilan (PPh) dari pedagang online yang memanfaatkan layanan mereka.

Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang telah diundangkan pada Senin, 14 Juli 2025. Beleid ini mengatur pemungutan pajak penghasilan melalui sistem perdagangan elektronik atau PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik), baik oleh perusahaan e-commerce dalam negeri maupun luar negeri.

Mengacu pada Pasal 2 PMK 37/2025, Menteri Keuangan secara resmi menunjuk penyelenggara PMSE—termasuk marketplace dan platform e-commerce—sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memungut pajak dari penghasilan pedagang lokal yang melakukan transaksi secara digital.

Jenis pajak yang dipungut adalah PPh Pasal 22, dengan tarif 0,5% dari total peredaran bruto pedagang, sebagaimana tercantum dalam dokumen tagihan atau invoice.

Menurut Pasal 3 Ayat 1, kewajiban ini berlaku untuk seluruh penyelenggara e-commerce yang memenuhi kriteria tertentu.

Misalnya, mereka yang menggunakan rekening escrow untuk menampung dana dari transaksi yang terjadi di Indonesia dan memiliki jumlah pengakses atau nilai transaksi tertentu dalam 12 bulan terakhir. Besaran ambang batas ini nantinya akan ditetapkan langsung oleh Menteri Keuangan.

Lebih lanjut, Pasal 5 menyebutkan bahwa pedagang online—baik perorangan maupun berbadan hukum—akan dikenai pungutan jika penghasilannya diterima melalui rekening bank atau platform keuangan digital, serta melakukan transaksi dengan alamat IP Indonesia atau nomor telepon berkode Indonesia.

Namun, aturan ini tidak berlaku bagi pelaku usaha mikro yang omzet tahunannya di bawah Rp500 juta. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, yang menyebut bahwa kebijakan ini bukanlah jenis pajak baru.

“Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Rosmauli dalam keterangannya, Selasa (15/7).

Dengan diberlakukannya peraturan ini, tanggung jawab perpajakan pedagang online akan langsung ditangani oleh platform e-commerce tempat mereka berjualan. Artinya, pemotongan pajak kini dilakukan otomatis oleh sistem marketplace, tanpa menunggu pedagang melaporkan sendiri kewajiban pajaknya.

Kebijakan ini diyakini akan meningkatkan kepatuhan pajak di sektor digital yang selama ini berkembang pesat, namun belum sepenuhnya terdokumentasi secara formal.

Data terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan bahwa hingga 31 Maret 2025, total penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital mencapai Rp34,91 triliun. Rinciannya meliputi:

  • PPN PMSE sebesar Rp27,48 triliun
  • Pajak kripto sebesar Rp1,2 triliun
  • Pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp3,28 triliun
  • Pajak atas transaksi pengadaan melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) sebesar Rp2,94 triliun

Per Maret 2025, pemerintah juga telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Salah satu pembaruan data dilakukan pada perusahaan teknologi global Zoom Communications, Inc.

Dengan semakin ketatnya regulasi di sektor e-commerce, pelaku usaha digital kini dituntut untuk lebih transparan dan taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Di sisi lain, pemerintah berharap kebijakan ini bisa mengoptimalkan potensi penerimaan negara dari aktivitas perdagangan digital yang terus tumbuh.

Related posts

Direktorat Jenderal Pajak Resmi Atur Pajak UMKM Online di Marketplace

Geralda Talitha

Mengenal Kondisi Kesehatan Mental: Pengertian, Jenis dan Cara Mengatasinya

Geralda Talitha

Peluang Pengunduran Tapera, Menteri PUPR Siap Dukung Usulan DPR – MPR

Geralda Talitha

Leave a Comment