Suarabijak.com – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali mengguncang arena perdagangan internasional dengan rencana pengenaan tarif impor baru terhadap lebih dari 150 negara.
Dalam pernyataannya di Gedung Putih, Trump menegaskan bahwa surat pemberitahuan resmi akan segera dikirimkan, berisi rincian besaran tarif yang diperkirakan berada pada kisaran 10 hingga 15 persen.
“Kami akan mengirimkan pemberitahuan pembayaran ke lebih dari 150 negara. Di surat itu akan menyebutkan besaran tarifnya,” ujar Trump kepada wartawan, seperti dikutip dari Business Times, Jumat (18/7/2025).
Kebijakan ini bukan hanya mempertegas sikap proteksionis Trump dalam menghadapi ketidakseimbangan perdagangan global, tetapi juga menjadi sinyal kuat kepada negara-negara yang selama ini dianggap kurang berkontribusi terhadap neraca perdagangan Amerika Serikat.
Dalam wawancara terpisah bersama Real America’s Voice pada Rabu malam, Trump mengungkapkan bahwa besaran tarif impor yang direncanakan masih belum final, namun kemungkinan besar akan berkisar antara 10 hingga 15 persen. Ia menyatakan:
“(Tarif) mungkin 10 atau 15 persen. Kami belum memutuskan,” terang Trump.
Dirinya juga menekankan bahwa tarif tersebut akan diberlakukan secara seragam bagi negara-negara sasaran.
Menurutnya, negara-negara yang akan dikenakan tarif tambahan bukan merupakan pemain besar dalam perdagangan global dan memiliki volume perdagangan yang tergolong rendah.
Kebijakan tarif ini akan berlaku mulai 1 Agustus 2025, kecuali negara-negara yang menerima surat tersebut berhasil mencapai kesepakatan baru dengan pemerintah AS sebelum batas waktu tersebut.
Langkah ini memperpanjang tenggat waktu awal dari 9 Juli menjadi tiga minggu ke depan, sebuah keputusan yang memicu kekhawatiran di kalangan mitra dagang internasional.
Meski awalnya Trump dan penasihat ekonominya berharap akan tercapai banyak kesepakatan bilateral yang menguntungkan, mantan presiden yang kini kembali mencalonkan diri ini justru menyebut bahwa pengiriman surat-surat tarif tersebut sejatinya sudah merupakan bentuk dari “kesepakatan” itu sendiri.
Dalam pernyataannya, Trump juga menyiratkan ketidaktertarikannya terhadap proses negosiasi yang berlarut-larut.
Namun demikian, ia tetap membuka peluang bagi negara-negara yang bersedia melakukan perundingan untuk mendapatkan penyesuaian atau bahkan penurunan tarif.
Kebijakan terbaru ini dipandang oleh banyak analis sebagai bagian dari strategi Trump untuk memperkuat posisi tawar Amerika Serikat dalam perdagangan internasional, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor dari negara-negara tertentu.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku bisnis global, mengingat potensi kenaikan biaya produksi dan distribusi yang bisa berdampak langsung pada harga konsumen.
Para pengamat memperingatkan bahwa langkah ini dapat memicu reaksi balasan dari negara-negara yang terdampak, sehingga memperburuk tensi perdagangan global.
Dengan langkah ini, Donald Trump kembali mempertegas visinya soal kedaulatan ekonomi Amerika melalui pengendalian tarif impor, walaupun harus berhadapan dengan resistensi dari mitra dagang dan komunitas internasional. Masa depan perdagangan global pun kini kembali berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian.